Mengungkap Pesan di Balik Mitos Gunung gede Pangrango



 Cianjur - Gunung Gede Pangrango menyimpan berbagai mitos yang dipercaya akan membawa petaka apabila dilanggar. Namun ternyata di balik mitos atau larangan, terdapat makna mendalam untuk menjaga lingkungan dan keselamatan diri pada pendaki.
Eko Wiwid, tokoh masyarakat sekaligus relawan Gunung Gede Pangrango, mengungkapkan ada beberapa mitos yang sampai saat ini banyak dipercaya oleh para pendaki.
Salah satunya ialah larangan mendaki saat menstruasi. Bahkan larangan tersebut menjadi isu yang diangkat dalam salah satu film horor yang saat ini tayang di bioskop.
Menurutnya, dipercaya jika pendaki perempuan yang naik dalam keadaan menstruasi akan menjadi sasaran gangguan para makhluk gaib. "Mitosnya kan kalau sedang menstruasi akan didekati dan diganggu oleh makhluk gaib yang konon ada di kawasan Gunung Gede Pangrango," kata dia, Rabu (11/2/2025).
Namun di balik itu, lanjut dia, penjelasan secara logis diketahui perempuan yang sedang menstruasi akan mudah lelah dan emosinya tak stabil. "Perempuan yang menstruasi itu kehilangan darah, cepat lelah. Sedangkan mendaki gunung itu membutuhkan energi yang besar baik saat naik ataupun ketika turun. Belum lagi emosinya berubah-ubah, jadi berisiko. Risikonya celaka saat mendaki, ataupun hilang konsentrasi. Bukan karena makhluk gaib," kata dia.
Selain itu, Eko menyebut ada juga mitos untuk tidak kencing sembarangan, di mana jika larangan itu dilanggar maka akan ada kejadian buruk yang dialami.
"Padahal di balik itu artinya jangan kencing di mana saja. Kalau di batu dan rumput khawatir ada hewan berbahaya di dekatnya. Atau kalau mau kencing harus amit-amit dulu liat sekitar, karena bisa jadi di atas kita ada sarang tawon yang berpotensi menyengat kita tawonnya. Selain itu kalau kencing di aliran sungai, bisa mencemari dan bisa saja ada hewan buas yang akan minum di sekitar aliran air," kata dia.
Tak hanya itu, Eko mengungkapkan mitos keberadaan kerajaan gaib dan bersemayamnya Eyang Raden Suryakencana juga bisa dijelaskan secara logis. Menurut dia, Gunung Gede sudah dijadikan tempat yang sakral oleh masyarakat Cianjur zaman dulu. Untuk memastikan alamnya terjaga, ditetapkan tempat tersebut sebagai kawasan yang sakral.
"Tujuannya ketika menjadi tempat sakral, maka semua orang akan menjaganya. Intinya untuk melestarikan alamnya," kata dia.
Eko menambahkan, mitos-mitos yang dibuat oleh leluhur memiliki tujuan baik tetapi agar dituruti sehingga dibuat mitos dan larangan. "Karena kalau dijelaskan tujuannya terkadang orang-orang tak acuh. Makanya dibuat mitos, larangan atau pantrangan, dan pamali. Padahal kalau dicari maknanya, tujuannya untuk melindungi alam dan pribadi masyarakat," kata dia.
"Yang lebih bahaya dari mitos-mitos itu ialah ketidaksiapan kita saat mendaki. Sebagian besar kecelakaan di gunung terjadi karena persiapan dan peralatan yang kurang," tambahnya.
Senada, Humas Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Agus Deni, mengatakan para pendaki harusnya fokus pada mempersiapkan diri dan peralatan yang standar.
"Ikuti aturan dalam pendakian, mulai dari mempersiapkan fisik hingga membawa peralatan standar. Supaya bisa selamat baik saat mendaki hingga turun kembali. Jadilah juga pendaki yang cerdas, di mana tetap menjaga lingkungan dengan tidak membuang sampah sembarangan di jalur pendakian," kata dia.
Di sisi lain, Sekretaris MUI Kabupaten Cianjur Saepul Ulum, mengatakan gunung merupakan ciptaan Tuhan yang memiliki banyak manfaat di dalamnya. Banyaknya mitos jangan membuat masyarakat takut apalagi terlalu mempercayai hingga meyakini lebih dari meyakini keberadaan Sang Pencipta.
"Alam gaib kita yakini ada, tapi bukan berarti sesuatu yang harus ditakuti. Mitos yang ada pasti memiliki makna tersembunyi, sehingga ambil pelajarannya tanpa menjadi takut berlebih. Jadikan alam ini sebagai sarana kita mensyukuri atas kuasa dan ciptakan-Nya," kata dia.
[Naila/detikjabar]

Post a Comment

0 Comments